Kamis, 07 Maret 2013

Baperjakat Nilai Istri Bupati Halsel Sesuai Kriteria


Baperjakat Nilai Istri Bupati Halsel Sesuai Kriteria


engangkatan istri Bupati  Halsel Nurdiana Joisangaji SPd B sebagai Kabag Umum dan Perlengkapan Setda Halsel disoroti berbagai kalangan. Meski demikian   Pemkab Halsel tetap bergeming. Kabag Humas dan Protokoler Setda Halsel Daud Djubedi dalam rilisnya ke Malut Post Selasa (15/1),   itu  murni usulan dan pertimbangan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Bukan kemauan Bupati atau kehendak yang bersangkutan. 
Sesuai pertimbangan Baperjakat, dan dinilai dari aspek kepangkatan sebagai Pembina IV/a telah memenuhi kriteria pengangkatan dalam jabatan struktural esalon III.a. Begitu juga dengan  aspek kompotensi,  yang bersangkutan melaksanakan tugas dan pelayanan sesuai Tupoksi Bagian Umum dan Perlengkapan guna efektifitas dan kelancaran tugas. “Jadi ini murni usulan dan pertimbangan Baperjakat, bukan kemauan bupati atau kehendak yang bersangkutan,”tandasnya.
Selain soal pengangkatan istri bupati sebagai Kabag Umum dan Perlengkapan Daud juga menanggapi  sorotan atas sikap Bupati Kasuba yang masih mempertahankan beberapa pejabat eks narapidana. Dikatakan, pihaknya perlu menjelaskan bahwa Baperjakat akan melakukan evaluasi dan klarifikasi langsung terhadap pejabat tersebut. Karena ada pejabat pernah menjalani hukuman pidana sebelum yang bersangkutan bertugas di Halsel
dan ada pejabat yang pernah dihukum tapi bukan karena masalah
penyelewengan Tupoksi sebagaimana edaran Mendagri,  sehingga Baperjakat akan memberikan pertimbangan  pada pejabat Pembina Kepegawain (PPK) daerah sesuai kasus hukum yang dijalani.  Kemudian diputuskan penonaktifannya. Dikatakan, ada satu PNS (Jamil Yunus), sedianya dipromosikan namun setelah hasil kajian yang bersangkutan pernah menjadi narapidana terkait kasus penyelewengan jabatan sehingga tidak tidak jadi dilantik.
Sementara Abu Karim Latara, Camat Obi Selatan yang didefenitifkan jabatannya pada pelantikan dua hari lalu, karena dia bukan mantan narapidana kasus penyelewenangan Tupoksi tapi kasus pribadi. “Dia (Abu Karim, red) itu kasus pribadi yakni illegal loging. Sedangkan ederan Mendagri terkait kasus penyelewenangan  Tupoksi,”kilahnya. Terpisah akedemisi dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Muhlis Hafel menganggap Bupati Muhammad Kasuba menempatkan istrinya  sebagai Kepala Bagian Umum  berlatar belakang pendidikan,   tidak menggunakan system rekruitmen yang berdasar pada prinsip birokrasi yang rasional. Ini lebih pada faktor politik, dan nepotisme. Sebab yang diangkat adalah istrinya berlatar belakang pendidikan guru, dan hanya dipertimbangkan dari sisi kepangkatan. ”Rekruitmen birokrasi itu dilihat dari profesonalitas, pengabdian dan melalui jenjang tahapan pendidikan dalam birokrasi, bukan asal angkat sesui keinginan,” jelas  Muhlis Selasa (15/1). Muhlis yang juga putra Halmahera Selatan ini mengatakan, dia merasa miris dengan kebijakan Bupatiini. Sebab kata Muhlis, guru yang jadi kepala bagian umum itu hal luar biasa dan mungkin baru terjadi di Indonesia.  “Muhammad Kasuba, sebagai ustad sudah lupa bahwa menempatkan seseorang tidak sesuai profesinya maka menunggu kehancuran, apalagi terkait birokrasi yang sarat akan aturan.” katanya. Bagi mantan Wakil Rektor UMMU itu  penempatan Kepala SKPD paling dibutuhkan peran Sekertaris Daerah (Sekda), sebagai  Baperjakat. Bupati itu jabatan politik, yang tidak harus melakukan intervensi ke birokrasi,,” ungkapnya. Kandidat Doktor Universitas Indonesia (UI) Jakarta ini mengatakan, jika istri bupati sebagai bawahan Sekda, maka secara psikologis akan mengganggu kenerja Sekda. Tidak mungkin dia memerintah istri bupati. Dia takut menegur istri bupati jika melakukan kesalahan dalam pekerjaan. ”Masalahnya Sekda Halsel selama ini tetap Plt (pelaksana tugas), sehingga menjadi kekuatan bupati mengarahkan kemana saja birokrasi  sesuai kemauannya, dan Sekda hanya bisa diam,” cecernya.  Dia juga menanggapai statemen bupati, yang mengatakan akan melakukan evaluasi jabatan kembali setelah tiga bulan. Baginya  jabatan kalau hanya dianalisis per-tiga bulan itu berbahaya, karena pejabat yang dilantik belum bekerja dan hasilnya nol. Bahkan  mereka tidak bisa bekerja karena dibayangi pergantian. ”Jika  hanya tiga bulan apa yang mereka kerjakan.  Pemimpin seperti ini  arogan,”pungkasnya.
Sumber : Malut post

0 komentar:

Posting Komentar